Kategori
Artikel

Cessie dalam Hukum Perdata dan Hukum Internasional

LAW FIRM “SURJO & PARTNERS”Definisi Cessie Menurut Black’s Law Dictionary (9th edition). Cessie menurut Black’s Law Dictionary (9th edition) dalam bahasa Inggris disebut sebagai cession yang memiliki tiga arti:

  1. The act of relinquishing property rights;
  2. In International Law, the relinquishing or transfer of land from one nation to another, esp. after a war as part of the price of peace;
  3. The land so relinquished or transferred.

Dengan demikian, cessie dalam definisi ini memiliki hubungan antara penyerahan hak-hak properti yang disempitkan dalam bidang pertanahan, mengenai cessie dapat disimak dalam penjelasan tentang Permasalahan Cessie dan Subrogasi.

Cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods) yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain. Berikut ini pengertian cessie menurut beberapa versi:

Cessie menurut KUHPerdata

KUHPerdata tidak mengenal istilah cessie, tetapi dalam Pasal 613 ayat [1] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) disebutkan bahwa “penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Dari hal tersebut dapat dipelajari bahwa yang diatur dalam Pasal 613 ayat [1] adalah penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya.

Cessie menurut Black’s Law Dictionary (9th edition)

Cessie yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai cession memiliki tiga arti:

Pertama, The act of relinquishing property rights;

Kedua, The relinquishing or transfer of land from one state to another, esp. When a state defeated in war gives up the land, as part of the price of peace;

Ketiga, The land so relinquished or transferred.

Dengan demikian, cessie dalam definisi ini memiliki hubungan antara penyerahan hak-hak properti yang disempitkan dalam bidang pertanahan.

Cessie menurut Prof. Subekti

Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris.

Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan, jadi tak boleh dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend).

Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang (sumber: Laporan Penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dalam buku Penjelasan Hukum Tentang Cessie, Rachmad Setiawan dan J. Satrio).

Secara singkat, cessie merupakan penggantian orang yang berpiutang lama dengan seseorang berpiutang baru. Sebagai contoh, misalnya A berpiutang kepada B, tetapi A menyerahkan piutangnya itu kepada C, maka C-lah yang berhak atas piutang yang ada pada B.

Subrogasi

Subrogasi terjadi karena pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditur (si berpiutang) baik secara langsung maupun secara tidak langsung yaitu melalui debitur (si berutang) yang meminjam uang dari pihak ketiga. Pihak ketiga ini menggantikan kedudukan kreditur lama, sebagai kreditur yang baru terhadap debitur.

Subrogasi ini diatur dalam Pasal 1400 KUHPerdata. Disebutkan dalam pasal tersebut subrogasi adalah penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur. Subrogasi dapat terjadi baik melalui perjanjian maupun karena ditentukan oleh undang-undang.

Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena subrogasi berbeda dengan pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur.

Pihak ketiga sebagai kreditur baru berhak melakukan penagihan utang terhadap debitur dan jika debitur wanprestasi, maka kreditur baru mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas benda-benda debitur yang dibebani dengan jaminan seperti gadai, hipotek, dan hak tanggungan.

Mengenai subrogasi yang terjadi karena perjanjian diatur dalam Pasal 1401 KUHPerdata dan subrogasi yang terjadi karena undang-undang diatur dalam Pasal 1402 KUHPerdata.

Subrogasi menurut undang-undang artinya subrogasi terjadi tanpa perlu persetujuan antara pihak ketiga dengan kreditur lama, maupun antara pihak ketiga dengan debitur (disarikan dari buku Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie Dalam Kitab Undang-Undang Hukum PerdataNieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek, Code Civil Perancis dan Common LawSuharnoko, S.H., M.H. et. al).

Sebagai contoh, misalnya A berutang pada B, kemudian A meminjam uang pada C untuk melunasi utangnya pada B dan menetapkan bahwa C menggantikan hak-hak B terhadap pelunasan utang dari A.

Berikut ini perbedaan singkat Subrogasi dan Cessie yang kami kutip dari laman resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan (http://jdih.bpk.go.id/)

     PerbedaanSubrogasiCessie
DefinisiPenggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada KrediturCara pengalihan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.
Sumber HukumBuku III KUHPerdata Pasal 1400 sampai dengan Pasal 1403Buku II KUHPerdata Pasal 613 sampai dengan Pasal 624
Unsur-unsur1.   Harus ada lebih dari 1 kreditur dan 1 orang debitur yang sama.

2.   Adanya pembayaran oleh kreditur baru kepada kreditur lama.
1.      Harus menggunakan akta otentik maupun akta di bawah tangan.

2.      Terjadi pelimpahan hak-hak atas barang-barang tersebut kepada orang lain.

Cessie dalam Hukum Perdata

Cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods) yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) tidak mengenal istilah cessie, tetapi dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa “penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta autentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.

Dari hal tersebut dapat dipelajari bahwa yang diatur dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata adalah penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya.

Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa Cessie menurut Prof. Subekti, cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris.

Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta autentik atau di bawah tangan, jadi tak boleh dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend).

Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang. (sumber: Laporan Penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dalam buku Penjelasan Hukum Tentang Cessie, Rachmad Setiawan dan J. Satrio).

Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cessie dalam hukum perdata itu diartikan sebagai cara pengalihan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh dilakukan dengan cara membuat akta autentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Cessie itu sendiri diatur dalam Buku II KUHPerdata Pasal 613 sampai dengan Pasal 624. Unsur-unsur cessie adalah:

  1. Harus menggunakan akta autentik maupun akta di bawah tangan.
  2. Terjadi pelimpahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh kepada orang lain.

Cessie dalam Hukum Internasional

Menurut Huala Adolf dalam bukunya Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, (hal. 125), cessi (cession) adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara ke negara lain. Cessi kerapkali berlangsung terkait suatu perjanjian (Treaty of Cession) yang biasanya berlangsung setelah usainya perang.

Oppenheim-Lauterpacht mendefinisikan cessi ini sebagai “pengalihan kedaulatan atas wilayah negara oleh negara pemilik kepada negara lainnya” (the transfer of sovereignty over State territory by the owner State to another state). [1]

Contoh cessi misalnya adalah Perjanjian Nanking (Treaty of Nanking) tahun 1842 antara Inggris dan Cina yang dibuat setelah terjadinya peperangan kedua negara (“Opium War”). Dalam perjanjian ini Cina sepakat untuk menyerahkan Hong Kong kepada Inggris untuk dijadikan wilayah koloninya. [2]

Contoh cessi lainnya adalah Gilbraltar. Gilbraltar adalah wilayah koloni kerajaan Inggris yang direbutnya dari tangan Spanyol. Spanyol kemudian menyerahkan wilayah ini kepada Inggris berdasarkan Perjanjian Utrecht (1713). [3]

Prinsip yang penting dalam cessi ini adalah: [4]

  1. Bahwa dalam pengalihan, hak yang diserahkan tidak boleh melebihi hak yang dimiliki oleh si pengalih (pemilik); dan
  2. Bahwa di dalam pengalihan suatu wilayah, negara yang mengalihkan wilayah haruslah pemilik sah.

Meskipun cessi biasanya berlangsung dengan adanya suatu perjanjian setelah usainya suatu peperangan, cessi dapat juga berlangsung dalam bentuk lain selain karena berakhirnya peperangan.

Misalnya, pembelian Alaska oleh Amerika Serikat dari Rusia di tahun 1867 (sebesar 7.200.000 dolar), atau penjualan wilayah-wilayah di West Indies oleh Denmark yaitu pulau St.Thomas, St. Jhon dan St. Croix kepada Amerika Serikat tahun 1916 sebesar 25.000.000 dolar. [5]

Kemudian cessi juga dapat berlangsung melalui pemberian (gift) wilayah tanpa adanya pembayaran ganti rugi. Misalnya Austria memberikan wilayah Venice kepada Perancis sebagai suatu pemberian hadiah pada tahun 1866. Beberapa minggu kemudian, Perancis menghadiahkan wilayah Venice kepada Italia. [6]

Jadi cessi dalam hukum internasional itu jelas berbeda dengan cessi dalam hukum perdata dimana yang dikatakan cessi dalam Hukum Internasional adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara ke negara lain.

Cessi kerap kali berlangsung terkait suatu perjanjian (Treaty of Cession) yang biasanya berlangsung setelah usainya perang. Sedangkan cessie dalam Hukum Perdata diartikan sebagai pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods) yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.

Demikian ulasan mengenai Cessie dalam Hukum Perdata dan Hukum Internasional yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para sobat pembaca sekalian.

Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya diperlukan untuk membantu kami lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel.

Demikian sobat uraian artikel kali ini tentang Cessie dalam Hukum Perdata dan Hukum Internasional. Seluruh informasi hukum yang ditulis di artikel LAW FIRM “SURJO & PARTNERS” oleh penulis, semata – mata untuk tujuan Informasi dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer selengkapnya). Semoga bermanfaat.

Apabila sobat perlu bantuan dan konsultasi hukum silahakan menghubungi Tim Advokat LAW FIRM “SURJO & PARTNERS”. Melalui menu Janji Temu yang ada di website atau melalui Contact Person Advokat H. Surjono, S.H, M.H,. di nomor +6281333373322.


Sumber Artikel :

Permasalahan Cessie dan Subrogasi https://www.hukumonline.com/klinik/a/permasalahan-cessie-dan-subrogasi-cl3400 diakses tanggal 05 Februari 2023

Cessie dalam Hukum Perdata dan Hukum Internasional https://www.hukumonline.com/klinik/a/cessie-dalam-hukum-perdata-dan-hukum-internasional-lt5ad557b7e3513 diakses tanggal 05 Februari 2023


Dasar hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Referensi:

Huala Adolf. 2015. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Bandung : CV Keni Media.


[1] Huala Adolf, hal. 126

[2] Huala Adolf, hal. 126

[3] Huala Adolf, hal. 126

[4] Huala Adolf, hal. 126- 127

[5] Huala Adolf, hal. 127

[6] Huala Adolf, hal. 127

Oleh Eka Himawan

Hai, Saya Eka Himawan, saya adalah Pimpinan Redaksi Media Andalas, saat ini menjadi kontibutor sekaligus penulis artikel hukum di Website Kantor Advokat & Konsultan Hukum "SURJO & PARTNERS". Bahwa artikel hukum yang ditulis merupakan murni gagasan ataupun pandangan dan sikap penulis terhadap sebuah dinamika hukum yang terjadi serta bertujuan untuk memberikan informasi seputar hukum juga menyebarluaskannya kepada masyarakat.